Info Terbaru
Menyambut Kereta Bandara

Menyambut Kereta Bandara

Dalam beberapa hari lagi publik akan bisa menikmati kereta bandara -demikian sebutannya- yang menghubungkan Stasiun Manggarai – Bandara Soekarno-Hatta Pulang Pergi. Selama sebulan, sejak 1 Desember 2017, demikian menurut Kementerian Perhubungan, akan dilakukan uji coba dan penumpang cukup membayar Rp 30 ribu dari harga Rp 100 ribu.

Ini fase baru dalam transportasi darat kita. Kendati terhitung terlambat, karena di banyak negara lain, kereta semacam ini sudah jauh beroperasi lebih dulu, kita wajib menyambutnya dengan gembira. Pepatah bijak mengatakan, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Kereta ini dilengkapi sejumlah fasilitas kebutuhan “orang beradab” masa kini: AC, alat pengisi daya HP, juga toilet terpisah antara pria dan wanita, sesuatu yang tidak ada di kereta kita mana pun.
Maka, kita bisa bayakankah nyamannya naik kereta ini, menempuh waktu selama sekitar satu jam sebelum tiba di

Bandara dari Stasiun Manggarai. Memang tidak hanya stasiun Manggarai penumpang bisa naik dan turun, tapi melihat Manggarai sebagai stasiun terakhir, dipastikan, penumpang akan banyak naik dan turun dari sini. Sejauh ini belum diketahui apakah kereta “dari Jawa” juga akan berhenti kemudian di Manggarai.
Kita tahu selama ini transportasi ke Bandara Soekarno-Hatta makin hiruk pikuk, macet alang kepalang. Bukan cerita baru jika banyak penumpang yang ketinggalan pesawat karena terjebak macet.

Itu sebabnya kehadiran kereta Bandara menjadi sangat penting. Kereta yang sekali jalan bisa mengangkut sekitar 300 penumpang itu tentu sangat diminati penumpang pergi dan pulang dari Bandara.
Maka di sini, sejumlah tantangan operator kereta ini menganga di depan mata. Persoalan itu datang dari internal dan eksternal. Dari internal, terutama, bagaimana Kementerian Perhubungan, via operator kereta ini, bisa menjamin ketepatan dan kelancaran kereta ini. Bagaimana jika terjadi sesuatu dan penumpang harusi dioper lewat moda angkutan lain, misalnya, jika kereta mogok atau ada kecelakaan.

Perihal mogok sejauh ini kita tahu masih kerap terjadi di kereta Commuterline. Banyak penyebab dan alasannya: dari soal signal dsb. Maka untuk kereta Bandara dituntut agar pengecekan dan persiapan mesti matang setiap hari sebelum dioperasikan. Jika terjadi trouble dan itu semata karena kelalaian operator, kita bisa bayangkan bagaimana nanti para pengguna akan mengeritik kereta ini. Bagaimana caci maki akan muncul di media sosial.

Kedua, bagaimana operator harus mengawasi dan menegakkan disiplin para penggunan -penumpang. Kita tahu para penumpang kereta, kendati kaum berpunya dan berpendidikan, kerap tak memiliki etika dalam menggunakan fasilitas publik: buang sampah seenaknya, menaikkan kaki sesuka hati, menempatkan barang tak sesuai aturan dll.

Di sini pihak keamanan mesti bertindak tegas, berani menegur dan bahkan menurunkan penumpang jika dianggap perlu. Kita tahu kereta ini dibangun dan dibeli dengan harga tak murah, dengan uang rakyat. Maka, tugas kita semua, penumpan dan pihak managemen untuk menjaga kereta bandara itu. Namun, betapa pun, kekuasaan untuk menjaga dan menegakkan disiplin itu ada di pihak operator, Kementerian Perhubungan, PT KAI. (Chandra Amperawati)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*